Cerpen Lomba HOS Tjokroaminoto



“Kibaran Merah Putih oleh Seorang Bermata Jemari”

Tema   : Nilai-Nilai HOS Tjakroaminoto (Nasionalisme)

Prolog
Kebebasan semakin nampak. Belenggu penjajah kian memudar di terpa waktu. Suara dentuman ledakan telah hilang, begitupun dengan suara tangisan korban-korban telah lenyap. Gelap dan pengap yang dirasakan segerombolan orang yang bernama rakyat kini telah berganti cahaya. Berganti menjadi jalan keluar menuju peperangan selanjutnya. Namun, kali ini bukan perang seperti sebelumnya, yang ketika senjata selalu siap ditembakkan, ketika bambu runcing siap menuju sasarannya dan ketika parang panjang siap di hunus mengusir para bedebah penjajah bangsa.
            Lalu, peperangan seperti apa lagi yang harus dihadapi oleh rakyat Indonesia setelah menyatakan merdeka selama 70 tahun ? Peperangan yang tentunya takkan pudar di terpa waktu, yaitu perang melawan kebebasan yang sebebas-bebasnya, perang melawan diri sendiri saat nasionalisme memudar dalam diri serta banyak hal yang menyangkut perilaku yang justru membawa bangsa menjadi terpuruk kembali dalam kata “merdeka”. Presiden pertama kita Ir.Soekarno pernah berkata “Perjuangan kalian lebih berat daripada kami, karena kalian berjuang melawan bangsa sendiri”.
            Ketidakpedulian masyarakat yang satu dengan yang lain telah menjadi hal biasa, diskriminasi dimana-dimana, semboyan Bhinneka Tunggal Ika kini hanya tinggal semboyan belaka tanpa realisasi konkret. Dengan diskriminasi yang masih dirasakan, apalah daya seorang anak yang berkeinginan untuk mengharumkan nama bangsa di kancah dunia yang memiliki keterbatasan fisik.
           
            “Hai Andi !” kegetku pada seorang anak yang lagi duduk manis di samping meja tennis ini.
“Kaka ! Bikin kaget aja, kurang kerjaan banget !” bentaknya dengan sedikit gusar. Mungkin akunya berlebihan juga kali ya ngagetinnya. Hehehe
“Sorry, sorry.. tadinya kaka Cuma mau bikin sureprise aja atas kedatangan kaka, eh malah bikin Andi ngambek. Maaf ya Andi .. ?” Bujukku padanya
“Sureprise apaan, jantungan iya.” Masih saja dengan muka masamnya.
“Tarraaaaaaa !!!” Aku menggunakan jurus ampuhku untuk membuatnya tidak marah lagi. Aku mengeluarkan sebuah benda yang dapat ku pastikan membuat cerianya kembali. Langsung saja ku letakkan benda itu di tangannya.
“Buat siapa ini ka ?” katanya dengan semangat, seakan bisa ditebak bahwa benda itu memang untuknya.
“Ya buat kamu lah !”
“Alhamdulillah, terima kasih banyak ka, punyaku udah lama, yang ini pasti lebih nyaman di pakainya.” Ucapnya sambil mengusap benda itu. Benda itu tidak lain adalah “bat” yaitu salah satu peralatan yang digunakan untuk tenis meja. Kayu yang berbalut karet khusus dan tipis itu dimainkannya dengan sangat mahir, terang saja, bat telah menjadi salah satu teman yang selalu menemaninnya dalam perlombaan.
            Benar saja, benar-benar ampuh mengusir ambekannya padaku. Maklum saja, tenis meja adalah olahraga favoritnya. Bukan hanya sekedar favorit, Andi sudah sering mengikuti perlombaan tenis meja mewakili sekolahnya, tak jarang dia bertanding membawa nama kota, bahkan provinsi. Hebat bukan ? Tentu saja hebat, namun ada yang jauh lebih luar biasa lagi. Yaitu Andi adalah seorang anak tunanetra. Anak tunanetra adalah anak yang memiliki hambatan penglihatan baik itu sebagian (low vision) atau total (blind). Andi bisa dikatakan memiliki hambatan total, karena hampir semua dari penglihatannya tidak mampu diterjemahkannya. Namun, Andi masih bisa mempersepsikan cahaya, yang berarti Andi masih mengetahui saat ada cahaya atau pada saat gelap.
            Maka dari itu, tentu saja dia agak marah ketika aku mengagetkannya, karena bagi anak yang tidak mampu memlihat keadaan sekitarnya, bisa saja hal yang kita anggap sepele seperti itu benar-benar menakutinya. Namun, hebatnya dia langsung tau kalau yang nyamperin dia itu aku, yaiyalaah, udah langganan juga datang nggak di jemput pulang nggak di antar (lhoo, itu semboyan apa coba). Tentu penasaran dengan kemampuan terbatas seperti itu, bagaimana seorang anak ini mampu bertanding dalam berbagai ajang perlombaan tenis meja.
Bukankah di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin? Tuhan selalu memberikan kelebihan untuk setiap hamba-Nya serta cara Tuhan tidak pernah habis untuk membantu setiap hamba-Nya yang berusaha. Begitu juga dengan Andi, Tuhan memberikannya pendengaran yang cukup peka dalam mendengar suara gerakan bola tenis meja tersebut. Bola pingpong untuk tunanetra memang agak berbeda dari bola pingpong biasanya, bola pingpong yang biasa digunakan Andi berisikan kerikil atau benda kecil semacamnya yang dapat dimasukkan ke dalam bola tersebut. Itu dilakukan untuk menimbulkan bunyi pada saat bola di pantulkan di meja tenis sehingga pemain tunanetra mampu memprediksi dimana bola tersebut.
            “Ngomong-ngomong, gimana sekolah ? Ada perlombaan lagi ga ?”
“Untuk saat ini ya belum ada lah ka, aku kan baru masuk SMA, jadi belum ada perlombaan gitu.” Jelas Andi padaku
“Oh iya ya, kamu kan baru masuk      SMA. Ciyyeeh yang sudah SMA.Heheheww…” Ledek ku padanya. Untuk sementara Andi memang masih sibuk dengan berbagai kegiatan pertamanya di SMALB. Hari ujian yang cukup melelahkan telah dia lewati dengan baik.  Karena memang untuk anak-anak berkebutuhan khusus juga ada ujian yang harus diikuti sama seperti anak pada umumnya. Jadi, jangan dikira anak-anak ini ketinggalan belajar dari yang lainnya, bedanya hanya saja mereka menggunakan jari jemari mereka untuk membaca tulisan Braille.
“Terus kaka, ngapain ke sini sore-sore gini ?”
“Lho, emangnya kaka nggak boleh ya ke sini ? Apa di sini juga ada jam besuk gitu ?” tanyaku balik yang nggak bisa buat dia berkata-kata lagi. “Hee.. kaka ke sini buat bantuin persiapan 17 Agustus-an nanti. Jadi saat 17-an nanti panti ini bakalan seru dengan banyak perlombaan kecil-kecilan. Seru kan ??” jelasku pada Andi.
“Wuiiihhh, yang bener kak ? kok aku nggak tau sih, anak-anak juga nggak ada yang ngebahas soal ini.” Tanya Andi rada kaget.
“Yaiyaalah Ndi, itu kan rencananya mau di kasih taunya sehari sebelum hari H aja, tapi buat kamu special deh kaka beritahu duluan.”
“So so an spesial lagi, emang kakanya aja yang nggak bisa jaga rahasia.” Duuh ni anak kok tau banget seluk beluk aku siih. “Jadi bakalan asik dong panti ini, kita yang di dalam sini kan memang perlu juga ikutan memeriahkan hari kemerdekaan bangsa sendiri.” Katanya dengan antusias. Maklum saja, Andi beserta teman-teman yang lain memang agak jarang mengikuti kegiatan semacam ini di luar, jadi kami (saya dan pengurus panti beserta guru-guru) berinisiatif untuk mengadakan acara sendiri di panti ini. Andi, sudah sejak Sekolah Dasar tinggal dan bersekolah di sini. Iya, inilah panti sosial khusus untuk anak tunanetra. Di sini bukan hanya terdapat panti, namun juga terdapat sekolah swasta yang berada satu lokasi dengan panti ini. Panti sosial ini memang cukup besar dibanding panti-panti di wilayah itu, karena cucuran dana dari pemerintah melalui dinas sosial memang mengalir dengan baik.
 Sayangnya, saat Andi tinggal di sini tak pernah ada satupun keluarga yang datang menjenguknya, bahkan ketika hari lebaranpun Andi hanya menghabiskan waktunya bersama dengan teman-teman panti yang lain. Itulah yang membuatku belajar banyak hal dari anak-anak di sini, di saat anak-anak seusia mereka mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya, mereka malah sebaliknya, di asingkan. Namun, tetap saja mereka hidup dengan baik di panti ini, tanpa takut kekurangan kasih sayang, pengurus panti selalu memberikan kebutuhan yang cukup untuk anak-anak di sini. Mereka tetap memilik cita-cita yang ingin mereka raih, tanpa takut akan dunia yang secara kasat mata akan lebih sulit untuk mereka. Mereka mempunyai semangat yang bahkan tak ku miliki. Ketika tugas kuliah menumpuk, hatiku sangat sering menggerutu, mengeluh. Sangat malu rasanya berhadapan dengan mereka ketika aku terus mengeluh dengan hidupku yang sedikit saja lebih beruntung dari mereka karena melihat indahnya dunia. Jadi, tidak salah bukan, kalau hampir semua tulisanku berisi tentang anak-anak berkebutuhan khusus, karena memang mereka lah inspirasi terbesarku dalam menulis. Mereka telah menjadi bagian dalam hidupku yang di amanahkan Tuhan untukku melalui pendidikan. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur akan itu.
Terus siapa sebenarnya aku? Yang dengan mudah masuk semaunya ke panti ini? Anak pengurus panti? Atau pengurus panti? Hehe .. Aku hanya seorang mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di jurusan Pendidikan Luar Biasa/ Pendidikan Khusus di salah satu Universitas Negeri di Banjarmasin. Karena aku berada di jurusan yang memang menangani anak-anak berkebutuhan khusus (termasuk anak tunanetra tentunya) jadi kami memang cukup sering berkunjung ke panti ini. Namun, karena tempat tinggalku cukup dekat dari sini tentu saja aku lebih sering berkunjung ke sini, hitung-hitung sambil bantu pengurus panti juga.
“Udah sore nih, mandi gih sana, kaka sekalian mau ke kantor juga.” Bujuk ku pada Andi.
“Oke deh, aku masuk ya kak, sekali lagi terima kasih banyak untuk “bat”nya, aku pasti lebih semangat lagi mainnya dan janji deh bakal menangin semua pertandingan dengan hadiah kakak ini, kalau bisa aku ingin sampai keluar negeri untuk mewakili Indonesia kak.” ucapnya dengan polos serta semangat. Aku hanya bisa tersenyum dengan haru mendengar semangatnya, meskipun dia tidak bisa melihat senyumku untuknya.
“Aamiin, kakak selalu berdo’a untuk cita-cita Andi, biar bisa pergi keluar negeri membawa nama harum bangsa. Pokoknya Andi harus jaga baik-baik bat itu yah dan kakak akan selalu ingat janji Andi. Oke ?”
“Okee !” dengan semangatnya mengacungkan jempolnya. Andi berlalu meninggalkanku menuju kamarnya. Meskipun dia memiliki hambatan penglihatan, namun panti ini memiliki aksesibilitas yang baik untuk anak-anak seperti mereka sehingga anak-anak dengan mudah menuju tempat yang dia inginkan di tempat sebesar ini. Andai semua tempat umum punya aksesibilitas seperti di sini, pasti akan memudahkan mereka yang disabilitas untuk menggunakan fasilitas umum seperti orang pada umumnya. Untuk penyandang disabilitas memang masih sulit menggunakan fasilitas umum, jika pemerintah tidak mendukungnya. Apakah mereka hanya bisa hidup di dalam gedung ataupun tempat yang besar tanpa bisa menikmati lingkungan sekitar? Apakah dengan penglihatan mereka terbatas, lingkungan mereka juga terbatas?  Lalu, apakah itu yang dimaksud dengan merdeka untuk seluruh rakyat Indonesia? Entahlah, jika menanyakan hal semacam itu kepadaku, jelas aku mengatakan TIDAK. Akan tetapi, jika pertanyaan itu ditujukan kepada pemerintah, mungkin jawabannya akan berbeda, yang pasti aku akan mendengar jawaban yang sangat panjang dan berbelit-belit karena terlalu banyak alasan.
Hari yang di nanti anak-anak pun tiba. Senin,17 Agustus 2015 di panti itu benar-benar di sulap seperti lapangan bermain. Acara peringatan 17 Agustus di panti ini agak beda dari peringatan seperti yang di lakukan orang-orang pada umumnya alis anti mainstream. Jika orang-orang di luar pada lomba makan kerupuk, balap karung, membawa kerikil pakai sendok dan sebagainya, berbeda dip anti ini. Ya coba kalian bayangkan aja, masa anak-anak dengan hambatan penglihatan main permainan seperti di atas? Pasti sulitkan untuk mereka. Maka dari itu, lomba yang kami berupa permainan olahraga dan kesenian yang sebenarnya sering mereka lakukan di waktu luang, namun kali ini mereka yang menang akan mendapat hadiah kecil dari kami. Permainannya ada berupa sepak bola, catur, tenis meja, untuk keseniannya berupa lomba cipta baca puisi, menyanyi, serta hiburan dari musik panting(musik tradisional khas Kalimantan selatan). Musik panting dari anak-anak panti memang sudah terlatih untuk menghibur di acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintah, karena panti memang lengkap dengan fasilitas musik, baik itu musik tradisional maupun modern.
Anak-anak mendengarkan pengarahan dengan baik dan penuh antusias mengenai berbagai perlombaan kecil-kecilan ini. Dari yang tingkat sekolah dasar (SD) sampai SLTA mengikutinya dengan semangat. Ku lihat Andi yang lagi memegang bat yang ku berikan kemarin sangat bersemangat mendengarkan. Maklum saja, tidak ada perlombaan di waaktu dekat ini membuatnya merindukan arena pertandingan, meskipun ini hanya lomba yang kecil. Setelah pengarahan berakhir masing-masing peserta menuju tempat lomba-lomba yang mereka ikuti sesui yang telah di tentukan. Ada yang menuju lapangan bola, karena memang panti ini cukup besar, jadi tidak mustahil ada lapangan sepak bola mini untuk mereka. Permainannya sepak bolanya pun hampir sama dengan sepak bola pada umumnya, bedanya bola yang di pakai di masukkan sesuatu agar menimbulkan bunyi(sama seperti tenis meja) karena memang sekali lagi, untuk anak tunanetra pendengarannya berfungsi sebagai mata kedua untuk mereka.
Selain permainan olahraga, peserta lomba kesenian seperti menyanyi dan cipta baca puisipun menuju tempat perlombaan. Lomba cipta baca puisi kali ini bertemakan tentang kemerdekaan (ya iyalah, namanya saja acara 17-an). Melihat mereka yang sangat antusias mengikuti lomba-lomba ini, aku merasa bahagia. Terlihat bahwa, mereka memang jarang merayakan acara kemerdekaan seperti ini, terharu rasanya melihat kebahagiaan mereka kali ini. Kakiku kemudian melangkah menuju arena permainan tenis meja. Ku lihat seorang anak yang terus menyunggingkan senyumnya pertanda semangatnya memuncak. Di tangannya terlihat benda yang dipegangnya erat, iya itu lah Andi yang sudah tidak sabar menunggu gilirannya untuk bertanding. Entah kenapa aku sangat yakin bahwa dia akan menepati janjinya untuk bertanding sampai di luar negeri, karena keinginannya untuk mengibarkan bendera merah putih di ajang perlombaan sangatlah kuat, di tambah guru sekaligus pelatihnya menuturkan bahwa Andi sangat giat berlatih. Semoga saja Allah SWT mengijabah do’a anak ini.
Perlombaan-perlombaan berlalu seiring berjalannya waktu. Tak terasa sampailah pada proses pembagian hadiah serta acara yang bisa disebut acara puncak pada hari itu. Musik panting mengawali jalannya acara tersebut, meskipun keringat membasahi tubuh mereka, tak nampak sedikitpun lelah di raut wajah mereka. Mereka tetap antusias mengikuti jalannya acara sampai akhir. Hingga tibalah acara yang mereka tunggu-tunggu, yaitu penyerahan hadiah bagi para pemenang lomba. Anak-anak tampak bersorak ria mendengar akan di umumkannya pemenang-pemenang tersebut, tak ketinggalan Andi yang telah memenangkan pertandingan tenis meja dengan mulus.
“ciyyeeh yang baru menang!” ucapku pada Andi.
“Hehehe, ini berkat bat yang kaka berikan, makanya aku menang dengan mulus.” Katanya semangat sembari memamerkan bat yang dia pegang.
“Bukan hanya karena batnya yang hebat, namun karena yang memainkannya juga hebat. Orang udah melalang buana bertanding sana sini, ya perlombaan gini mah kecil kan buat Andi.”
“Kecil-kecil gini kan tetap saja ini berarti buat aku, bagaimanapun bat yang kaka beri pertama kali aku gunakan di perlombaan kecil ini. Semoga ini jadi awal yang baik untuk pertandingan berikutnya ya kak.” Katanya dengan penuh optimis
“Aamiin. Jangan lupa do’a ya Ndi. Udah siap nerima hadiahnya?” tanyaku basa basi.
“Iya dong!”
Lagi-lagi anak ini membuatku berdecak kagum, membuatku selalu ingin menitikkan butiran bening dimataku. Entah apa sebenarnya yang dia miliki, hingga memiliki sikap optimis seperti ini.
“Oke. Sebelum kita membagikan hadiah, tidak sakral jika acara 17 Agustus-an tidak kita warnai dengan hal yang membuat kita semakin mencintai bangsa kita ini.” kata salah seorang guru yang berbiacara di depan.
“Sekarang kita mulai dengan Sandi. Sandi, ayo ke depan.” Kata guru itu kembali. Sandi yang terlihat heranpun ke depan. Aku hanya tersenyum melihat wajah mereka yang penuh tanda Tanya, ini sengaja di buat agar peringatan 17 Agustus ini lebih bermakna dan tentunya kami ingin meningkatkan rasa nasionalisme di diri anak-anak spesial ini.
“Nah Sandi, dan anak-anak yang lain akan mendapatkan pertanyaan yang sama setiap kali nama kalian di panggil ke depan. Hanya satu pertanyaan kok, Apa yang ingin kalian lakukan untuk Indonesia?. Itu saja, mudahkan? Ayo sekarang Sandi jawab, apa yang ingin Sandi lakukan untuk negeri kita tercinta ini?” Tanya guru itu kepada siswa kelas 3 SMALB ini.
Sandi sedikit berfikir sebelum akhirnya menjawab. “apa yang dapat saya lakukan ketika melihat bendera Indonesia saja saya tak mampu? Namun, sekolah mengajarkan saya untuk berbudi pekerti yang baik, karena itu saya akan jadi manusia yang berakhlak mulia sesuai dan berbudi pekerti yang baik serta mandiri, agar Indonesia tak perlu khawatir lagi dengan kita yang penyandang tunanetra.” Hatiku tertegun mendengar jawaban sederhana itu namun cukup membuatku ingin meneteskan airmata haru. Sebagai seorang calon guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus, saya merasa sangat malu jika saya tidak mampu membuat pendidikan mereka terpenuhi dengan baik.
“Pemikiran yang hebat Sandi, teruslah menjadi anak yang baik dan belajarlah sungguh-sungguh agar kelak kamu dapat meraih cita-citamu sehingga bermanfaat bagi orang-orang disekitarmu. Beri tepuk tangan dulu buat teman kita!” kata guru yang di depan. Sontak tepuk tangan mengiringi kembalinya Sandi ke tempat semula.
“Oke, sekarang giliran Fatma ke depan.”
Fatma pun segera ke depan dengan di bantu seorang guru. “Untuk bangsa Indonesia, saya ingin menjadi seorang guru biar semua anak mendapatkan pendidikan yang baik seperti saya, karena saya pernah mendengar bahwa anak-anak dengan kekurangan yang lain masih banyak yang tidak memiliki pendidikan yang baik, bahkan mereka tidak bersekolah. Saya beruntung berada di sini karena di sini saya mendapatkan tempat tinggal yang nyaman dan sekolah yang baik, namun bukan berarti semua anak dengan kekurangan seperti saya hidup dengan baik seperti saya. Karena itu saya ingin pendidikan di Indonesia benar-benar adil untuk kami.” Jawab siswi SMPLB ini dengan semangat. Sungguh benar apa yang dikatakan Fatma, panti ini hanya sebagian contoh dari kehidupan anak-anak penyandang disabilitas yang cukup baik, namun masih banyak anak-anak di luar sana yang jauh dari kata baik dalam masalah pendidikan.
“Bagus sekali Fatma, tepuk tangan untuk Fatma! Sekarang kamu kembali ke tempatmu.” Kata guru itu.
“Oke, sekarang giliran atlet kita, Andi ayo maju!”
Andipun segera maju dengan masih memegang bat yang tadi digunakannya untuk main.
“Apa yang kamu pikirkan Andi?” Tanya guru itu.
“Ini” sambil mengacungkan batnya, meskipun teman-temannya nggak lihat juga sih. Hehe. “Dengan menggunakan bat ini saya ingin mengibarkan bendera merah putih di ajang tenis meja tingkat internasional. Saya akan memenangkan semua pertandingan hingga saya bisa mewakili Indonesia. Dengan itu, Indonesia akan tau bahwa ada saya yang memiliki kekurangan ini bisa mengharumkan nama Indonesia seperti atlet pada umumnya. Meskipun saya tidak bisa melihat seperti apa Indonesia, namun saya juga berhak untuk berbuat sesuatu untuk tempat kelahiran saya.” Jelas Andi dengan semangat yang tak kalah dari teman-temannya. Jawaban Andi persis seperti apa yang dijanjikannya kepadaku kemarin, sepertinya Andi benar-benar ingin bertanding untuk nama Indonesia.
Anak-anakpun ke depan dengan bergiliran, jawaban yang mereka ajukan sangat bervariasi, yang jelas mereka menunjukkan kecintaan pada bangsa ini dengan cara mereka sendiri-sendiri. Aku sukses dibuat mereka terharu dengan keinginan mereka, aku hanya bisa mengaimini keinginan mereka, semoga kelak mereka benar-benar mencapai keinginan mereka. Aamiin…
Hari yang cukup melelahkan itu kemudian berlalu seiring terik melambaikan tangannya. Aku memutuskan untuk pulang setelah membereskan kegiatan yang telah berlangsung. Rasa kantuk tak mampu ku bendung, hingga terlelap menuju kea lam mimpi. Iya, mimpi yang selalu ku amini, yaitu untuk menghapuskan kata “diskriminasi” untuk anak-anak spesial yang punya cita-cita.
Beberapa bulan terkahir akhirnya kesibukanku kembali, ya nggak sibuk-sibuk amat juga sih, lebih tepatnya kesibukan kuliah. Hehe. Begitu juga dengan sekolah-sekolah di luar, anak-anak sekolah termasuk anak-anak panti sudah sibuk dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, inilah yang menyebabkan aku sudah tidak mempunyai cukup waktu untuk mampir ke panti. Meskipun aku kangen dengan mereka , namun aku harus benar-benar mencari waktu luang untuk ke sana. Meski begitu, Andi tetap memberi kabar melalui handphone kepadaku, dan kabar terakhir yang ku dapat adalah dalam dua minggu ini dia akan mewakili kota Banjarmasin di Bogor dalam lomba tenis meja yang diadakan pemerintah untuk seleksi pertandingan internasional Paralimpyc (Olimpiade penyandang disabilitas) di London. Syukur yang tiada terkira setelah mendengar kabar gembira itu, tak pernah henti ku panjatkan do’a agar cita-cita Andi untuk bertanding ke luar negeri dapat terkabul. Tentunya setelah memenangkan beberapa pertandingan di Bogor.
Sehari sebelum keberangkatan Andi ke Bogor aku menyempatkan mampir ke panti sepulang kuliah. Rindu rasanya setelah beberapa bulan tak menginjakkan kaki di panti ini. Ternyata seperti biasa tiap sore Andi berada di tempat latihan tenis meja. Kali ini bukan Andi yang sedang melamun yang terlihat, namun Andi yang dengan semangatnya berlatih untuk pertandingan yang akan dihadapinya. Aku langsung saja duduk di samping arena tenis meja itu sembari menunggu Andi selesai. Akhirnya setelah beberapa menit berlalu Andi terlihat duduk sambil meminum minuman yang ada di sampingnya. Terlihat memang kelelahan namun semangatnya tak terlihat berkurang sedikitpun.
“Ehheemmm!” sengaja ku buat suara agar dia tak kaget dengan kedatangan ku.
“Ka Ridha! Kok baru sekarang sih kesini, giliran aku mau pergi aja baru ke sini, kemarin-kemarin kemana aja?” aduh ni anak mulai mengeluarkan kalimat yang membuat aku mati kutu.
“He. Kakak kan kuliah, jadi agak sibuk gitu. Kakak emang sengaja ke sini sebelum keberangkatan Andi. Biar bisa ngasih support dan semangat buat Andi.” Jelasku membela diri.
“Kakak datang ke sini saja sudah syukur ka, siapa lagi yang bela-belain nyemangatin aku selama ini selain kakak. Jangan lupa do’ain aku ya kak, aku pengen banget kasih hadiah buat Indonesia di hari ulang tahunnya ini.”
“Pasti Ndi, kakak selalu do’ain kamu, kakak yakin kamu bisa memenangkan pertandingannya semudah kamu menangin pertandingan di sini. Kamu bisa membuktikan bahwa anak-anak yang istimewa seperti kalian mampu membuat Indonesia bangga.” Yakinku pada Andi.
“Terima kasih banyak kak.”
Keesokan harinya Andi berangkat ke Bogor untuk seleksi di sana dengan pertandingan yang cukup ketat. Aku harus bersabar menunggu kabar darinya, karena aku khawatir akan mengganggunya dengan telepon dan pertanyaan-pertanyaan dariku. Selama 5 hari Andi mengikuti seleksi di sana, tak sabar rasanya menunggu kabar darinya. Semoga yang terbaik.
“Kriiiiinggg!” bunyi nada telepon ku mengejutkanku di saat perkuliahan sedang berlangsung, tak hanya aku saja yang kaget namun semua mata teman-teman memandangku karena sumber bunyi itu berasal dari tasku.
“Kenapa sempat lupa di silent sih!” bisik teman di sampingku.
Aku berlalu dan meminta izin keluar kepada dosen yang mengajar saat itu untuk menerima telepon. Dan baru ku sadari telepon yang dari tadi berdering bernama Andi.
“Assalamu’alaikum. Kenapa Ndi ?”
“Wa’alaikum salam kak! Kak aku menang ! Aku akan pergi ke London mewakili Indonesia kak! Kakak jadi orang pertama yang aku telepon untuk ku beritahu kabar bahagia ini! Terima kasih banyak ya kak!” suara yang membuatku menitikkan airmata haru di seberang sana sukses membuatku tak mampu mengucapkan satu katapun. Ingin rasanya berteriak, namun binirku kelu karena butiran bening di pipi terlanjur membasahi. Airmata bahagia.
“Kakak? Kakak masih di sanakan?” Tanya suara di seberang sana
“Iya Ndi, kaka masih di sini, selamat ya Andi Saputra. Kamu benar-benar menepati janjimu ke kakak. Terima kasih banyak Andi.” Isak tangis haru tak mampu ku tahan. Allah SWT benar-benar mengabulkan tiap-tiap do’a kami terutama Andi. “Kamu kapan pulang?” tanyaku padanya.
“Besok kak, tunggu aku yah. Udah dulu ya kak, aku udah di panggil bapak. Assalamu’alaikum.”
“Iya, wa’alaikum salam.” Kebahagiaan dan kebanggaan ku kepada Andi tak terbendung. Rasanya aku ingin sekali bertemu. Keinginannya untuk mewakili Indonesia benar-benar akan terwujud dalam beberapa bulan lagi.
Bulan yang ditunggu-tunggupun tiba, hari berganti hari hingga datanglah hari dimana Andi akan menginjakkan kaki pertama kalinya di luar negeri, London. Iya, hari ini adalah hari keberangkatan Andi menuju Jakarta terlebih dahulu dari Banjarmasin. Hingga nanti dari Jakarta akan berangkat ke London. Aku tak bisa diam saja di rumah tanpa berbuat apa-apa untuk Andi, kulliahpun rasanya tidak tenang jika aku tidak mengantarkan Andi ke bandara. Aku memutuskan untuk mengantarkannya ke Bandara,setidaknya itulah support yang bisa aku lakukan dari sini.
“Lakukan yang terbaik ya Ndi, apapun hasilnya itu urusan belakangan, yang penting kamu sudah berusaha maksimal. Kamu berada di sana saja sudah sangat membanggakan Ndi, kamu sudah membuktikan bahwa kamu mampu menjadi warga Indonesia yang ikut andil memajukan bangsa ini. Dan tentunya,kakak sangat bangga sama Andi karena telah menepati janji pada kakak.” Ungkapku sebelum keberangkatan Andi di Bandara Syamsudinnor Banjarmasin.
“Iya kak, pasti! Aku akan melakukan yang terbaik. Aku benar-benar akan membawa bendera kita di tengah banyaknya bendera lain. Terima kasih atas dukungan dan do’anya sampai saat ini kak. Terima kasih membuat aku begitu mencintai bangsa ini meskipun aku tak pernah sekalipun mampu melihatnya dengan kedua mataku. Aku mampu merasakan bersyukur karena telah dilahirkan disini. Sekali lagi terima kasih kak! Jangan nelpon-nelpon aku yah, Indonesia-London kan mahal. Hehe.” Ungkapnya mengakhiri pembicaraan kami sebelum keberangkatan pesawatnya.
Aku mneyadari bahwa setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mengungkapkan cintanya kepada bangsa sendiri. Sudah seharusnya kita sebagai pemuda pemudi penerus bangsa harus memiliki sikap nasionalisme tersebut. Bukan hanya sekedar rasa cinta, namun pembuktiannya yang seperti apa. Aku mungkin tak bisa membawa nama Indonesia di kancah dunia seperti halnya Andi, namun yang dapat ku lakukan sebagai calon pendidik adalah berusaha sekuat tenaga agar setiap anak di Indonesia mendapat pendidikan yang layak tanpa terkecuali. Jika memang pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) masih menjadi point penting dalam pemerataan pendidikan, maka sudah semestinya aku berjuang untuk memberikan hak-hak itu kepada anak. Karena bangsa yang maju dapat di lihat dari pendidikan rakyatnya.


SEKIAN…….








         Biodata Penulis
         Penulis bernama Raudatur Ridha. Beralamat di Jl. Brigjend H. Hasan Basry Komplek Kidaung Permai RT 23 No 63, Banjarmasin. Sedang menempuh pendidikan S-1 di Universitas Negeri Lambung Mangkurat Banjarmasin. Berada di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Program Studi Pendidikan Luar Biasa. Prestasi yang pernah di raih dalam ajang menulis sebenarnya masih sangat minim dan masih banyak belajar. Di tahun 2014 pernah menjuarai lomba artikel tingkat Fakultas, di tahun 2015 pernah menduduki juara 2 dalam lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an. Serta pernah menerbitkan buku bersama tentang hikmah menulis dengan judul “Menulis Enjoy-Enjoy Sajalah!”.
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Anak Tunalaras

PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI (HP) PADA PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ANAK”

Cerpen Lomba Penerbit GemaMedia