Cerpen Lomba Penerbit GemaMedia
“Dia yang Ku
Sebut Istimewa”
Angin malam itu berhembus perlahan
menembus pori-pori di tubuhku, membuat
tubuhku justru merasakan hangatnya malam.
Cahaya-cahaya kecil di atas sana sedang
menyapaku
Seakan menyeru ku untuk tak beranjak
pergi..
Entah , kenapa langit begitu mesra menyapa
pada malam ini ?
Lalu , jika kemesraan itu untukku , maka
pantaskah diriku menerima nya ?
TIDAK ! Aku begitu jauh dari yang sepantasnya, hingga
sebersit cahaya pun tak pantas menyinariku.
Aku terlalu lama dalam gelap hingga
setitik cahaya teramat asing bagiku. Bahkan untuk memikirkannya saja diriku
terlalu lemah.
Namun, aku ingin langit malam ini. Hanya
untuk malam ini saja, jika dia sudi menemani ku yang mengemis sedikit saja cahayanya.
Ketika ku tanyakan pada hati,
"sebenarnya cahaya seperti apa yang kau cari ? Cahaya yang seberapa banyak
yang kau ingini untuk menyinari mu ?"
Hatiku spontan menjawab "cahaya
yang membuatku tak mengenal gelap lagi".
P
|
erkuliahan berjalan lancar hari ini,
seperti biasanya rutinitas inilah yang ku jalankan selama kurang lebih dua
tahun aku berada jauh dari keluarga ku.
"Ri, ramadhan ini katanya dia
pulang!" Ucap Fira saat aku membereskan alat tulisku setelah perkuliahan
berakhir.
"Siapa?"
"Fazar, siapa lagi coba."
Entah kenapa tanganku otomatis terhenti
dan sejenak pikiranku terbang ke mengingat sosok yang disebut Fira.
"Oh ya? bukannya udah biasa kalau
dia pulang ketika Ramadhan,
apa istimewanya? Udah ah, aku pulang duluan ya. Masih banyak tugas yang belum kelar nih. Assalamu'alaikum."
Kataku menutup pembicaraan yang menurutku tak perlu terlalu penting. Aku hanya
tersenyum melihat muka Fira yang sedikit kesal. Hehe
Meski begitu, aku tak dapat memungkiri
bahwa sebenarnya sempat lupa akan kedatangan laki-laki itu.
Sesampainya di sebuah
rumah yang menjadi tempat tinggalku sementara di perantauan ini aku langsung
menghampiri buku-buku yang tak sempat ku bereskan tadi pagi.
Ingatan ku melayang
pada sebuah kenangan masa kecilku. Kenangan ketika aku berada disebuah acara
keluarga yang diadakan dirumahku waktu itu. Aku terlihat asyik bermain dengan
seorang anak laki-laki yang seusia denganku. Masih terekam jelas
diingatanku, apa yang kami mainkan waktu itu. Iya, saat itu kami bermain
topeng-topengan dengan sarung. Sehingga dapat berperan sebagai maling, sesekali
juga perang-perangan dari itu. Lucu memang, entah dari mana pikiran kami saat
itu sehingga menciptakan permainan itu. Aku hanya bisa tertawa dalam hati saat
aku mengingat kenangan satu-satunya yang aku miliki bersama anak kecil itu.
Tak terasa Allah SWT
memberikan kesempatan untuk bertemu dengan bulannya ummat Nabi Muhammad Saw
ini. Iya, bulan Ramadhan. Seperti biasanya, bulan Ramadhan ku habiskan waktu di
kampung halamanku bersama keluargaku, meninggalkan sejenak tumpukan tugas
kuliah ku di Ibu kota Kalimantan Selatan itu, Banjarmasin. Butuh perjalanan
sekitar 5 jam dari Banjarmasin ke kotaku.
"Nggak kerasa ya udah semester
akhir aja. Jadi bentar lagi bisa nyusul aku dong. Pasti udah punya calonkan ?" Ucap salah satu
sepupuku yang sudah menikah lebih dulu.
Aku hanya tersenyum menanggapi
pertanyaan itu. Setelah banyak hal yang ku lalui, aku berproses untuk menjadi
lebih baik dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Belum terbersit dipikiranku
untuk mencari pendamping, karena aku tau Allah sudah menetapkan segala
sesuatunya untukku.
“Ri,
itu Fazar ! Liat tuh dia makin 'alim aja.Kemarin malam dia juga jadi imam
shalat terawih, gadis mana coba yang nggak mau sama dia. Udah pintar agama, pintar disekolah ganteng pula."
Ucap sepupuku setelah Fazar lewat didepan rumahku.
Fazar terlihat sehat, syukurlah. Entah
kenapa setiap melihat Fazar kenangan itu muncul, kenangan satu-satunya pada
masa kecil kami. Iya, Fazar lah anak laki-laki kecil yang bermain denganku
dulu. Aku bangga mendengarnya melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan begitu
fasih dan merdu, tak sekali ku dengar dia memenangkan lomba-lomba MTQ. Dia
pintar, sehingga dia mampu mendapatkan beasiswa kuliah di Tareem, Hadramaut,
Yaman. Aku tak pernah berharap jika persahabatan kami bisa
seperti masa kecil kami. Melihatnya sukses di bidangnya saja aku sudah sangat
bersyukur. Dengan pengetahuan agama yang dia miliki aku sangat memahami jika
tak memungkinkan bagi kami bertegur sapa layaknya dulu. Maka dari itu, ku
titipkan harapan-harapan terbaikku dalam do’a untuk mu.
Dialah orang yang yang
ku anggap sahabat istimewa. Meskipun sekarang aku tak mampu bicara dengannya,
namun entah dia memberiku kekuatan untuk selalu istiqamah dalam perbaikan diri.
Dia memang tak pernah berbicara sekalipun denganku. Namun, aku percaya hidayah
bisa datang melalui siapa saja, dan aku pikir perubahan ku tak terlepas
darinya. Aku mempunyai banyak sahabat, bagiku mereka yang kuanggap sahabat
adalah mereka yang selalu ada ketika masalah menghampiriku. Dan kenapa aku
memilih Fazar sebagai sahabat istimewaku ? Sedang dia tak pernah ada disisiku.
Karena dia lah satu-satunya orang yang ku anggap sahabat yang tak pernah ada,
namun memberikan ku kontribusi yang besar dalam perubahan hidupku. Karena itu,
kata "ISTIMEWA" hanya ku berikan padanya. Yang telah mengenalkanku
cahaya. Yang membuatku tak ingin mengenal gelap lagi. Semoga
kita selalu dalam lindungan-NYA sahabat,
dimanapun kita berada, Allah lah yang harus menjadi yang utama, Al-Qur'an lah
yang harus jadi pedomanmu ketika kamu ragu
dan Sunnahnya lah yang harus jadi kebiasaanmu. Terima kasih untuk semuanya,
meskipun kamu tak menyadarinya. Tetaplah menjadi baik, karena bisa saja,
hidayah untuk orang lain datang melaluimu. :)
Ending...

.
BalasHapusKENANGAN ITU BERMUNCULAN KEMBALI
.
Baccarat: Rules and Best Casinos for Beginners - Worrione
BalasHapusHow to play Baccarat หาเงินออนไลน์ with a little 인카지노 more skill in online poker? — Baccarat is a popular card game that has been around since the 1900s and is considered one of 바카라 the